DAKWATUNA - Hari Ibu mempunyai sejarah yang
berbeda untuk setiap negara dan tanggal pelaksanaannya pun berbeda. Di
Bangladesh, Hari Ibu diselenggarakan pada minggu kedua bulan Mei.
Beberapa ibu diberi “Ratnagarwa Ma Award“ yang ditujukan untuk mengakui
seorang ibu dan peran penting yang mereka mainkan di masyarakat
Bangladesh. Di Inggris dan Irlandia, Hari Ibu disebut dengan istilah Mothering Sunday
yang jatuh pada minggu ke empat bulan Lent, tepatnya 3 minggu sebelum
hari Paskah. Negara Afrika mengadopsi konsep Hari Ibu dari tradisi
orang-orang Inggris. Sedangkan untuk Indonesia sendiri, Hari Ibu
dirayakan pada tanggal 22 Desember dan ditetapkan sebagai perayaan
nasional.
Sejarah Hari Ibu di Indonesia diawali dari pertemuan
para pejuang wanita, dengan mengadakan Kongres Perempuan yang
diselenggarakan di Yogyakarta pada tanggal 22-25 Desember 1928. (tahun
yang sama dengan Sumpah Pemuda). Pada tanggal 22 Desember 1928
organisasi-organisasi perempuan (didirikan tahun 1912 yang diilhami oleh
para pahlawan wanita abad-19 seperti Cut Nyak Dien, Cut Mutiah, R.A
Kartini, dkk), membentuk Kongres Perempuan yang dikenal sebagai Kongres
Wanita Indonesia (Kowani). Kongres ini bisa dikatakan merupakan imbas
dari peristiwa Sumpah Pemuda kepada kalangan perempuan, terjadi hanya
sekitar 2 bulan setelahnya. Ada semacam semangat dan tanggung jawab
untuk menyamakan derap agar dapat berkontribusi untuk bangsa dan
negara. Presiden Soekarno kemudian menetapkannya melalui Dekrit
Presiden No. 316 tahun 1959, bahwa tanggal 22 Desember adalah Hari Ibu
dan dirayakan secara nasional hingga kini.
Hari ibu di Indonesia
adalah sebuah peringatan tentang semangat dan perjuangan
perempuan-perempuan Indonesia, apakah ia seorang ibu, seorang istri,
atau yang belum menjadi ibu, tidak akan pernah menjadi ibu, dan bukan
seorang istri, dalam upaya perbaikan kualitas bangsa ini.
Semangat
hari ibu di Indonesia sebenarnya lebih sarat dengan pesan pemberdayaan,
dan bukan sebaliknya sekadar ungkapan cinta dan penghargaan kepada ibu
yang sudah seharusnya dilakukan setiap saat, tidak harus menunggu momen
yang datangnya hanya sekali dalam setahun, dengan simbolisasi
penghargaan yang tidak sepadan pula.
Memang tidak ada yang salah
dengan kemuliaan seorang Ibu. Islam, sejak keberadaannya dan sejak
dibawa oleh Rasulullah, telah meletakkan posisi seorang ibu sangat
tinggi. Ibu, ibu, ibu, baru kemudianlah seorang ayah, yang wajib
dihormati oleh seorang anak, begitu hadits Rasulullah SAW yang sudah
terkenal. Pemuliaan kepada seorang ibu terjadi setiap waktu, bukan hanya
satu hari saja. Bahkan Allah SWT mengabadikan perintahnya dalam QS. Al
Ahqaaf 46:15, ”Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik
kepada kedua orang ibu bapaknya, ibunya telah mengandungnya dengan susah
payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula)…”.
Sebuah
kalimat bijak yang mengungkap bahwa, ibu sebagai tiang berdirinya
negara. Negara dapat tegak berdiri karena berdirinya sekelompok manusia
yang semakin hari semakin banyak jumlahnya, dan bertebaran di berbagai
belahan dunia. Jumlah kelompok yang banyak itu semuanya terlahir dari
rahim kaum ibu.
Tugas keibuan sebenarnya adalah tugas yang full time,
bukan berarti ayah sebagai pencari nafkah tak ikut serta bertanggung
jawab. Tidak ada satu jenis pekerjaan pun yang dapat merampas seorang
ibu dari tugas keibuannya, dan tidak ada seorang pun yang dapat
mengambil alih tugas keibuan tersebut (Dr. A. Majid Katme). Pernyataan
tersebut memuat penghargaan tentang peran ibu yang dinilai sebagai
peran yang tak tergantikan. Mengapa peran ibu tak tergantikan? Karena
ibu merupakan sekolah pertama bagi anak-anaknya. Pertumbuhan generasi
suatu bangsa pertama kali berada di tangan ibu. Di tangan seorang ibu
pulalah pendidikan anak ditanamkan dari usia dini.
Karena begitu
pentingnya peran ibu dalam membentuk karakter serta menanamkan
nilai-nilai sejak dini, maka diperlukan ibu yang cerdas. Proses
pewarisan nilai kepada generasi baru senantiasa memerlukan keteladanan
dari pelakunya. Artinya, untuk melahirkan sebuah generasi baru yang
unggul dan berkualitas, memerlukan sosok ibu yang berkualitas dan
cerdas. Para ibu inilah yang akan sanggup melakukan pewarisan
nilai-nilai kebaikan secara generatif kepada anaknya.
Sosok ibu
yang cerdas itu bukan hanya cerdas secara nilai-nilai akademis, namun
juga diharapkan cerdas secara emosi, akhlak dan spiritual. Karena
seorang ibu bukan hanya menghadirkan anak-anak yang cerdas saja,
melainkan melahirkan anak-anak yang optimal dari berbagai segi:
biofisik, psikososial, kultural dan ruhiyah.
Untuk menjadi ibu
yang cerdas, diperlukan ilmu pengetahuan dan keterampilan. Selain
dorongan dari ibu itu sendiri dan keluarga, peran pemerintah atau negara
dalam memfasilitasinya sangat diperlukan, karena generasi yang
berkualitas akan menjadi ujung tombak suatu negara. Tidak sedikit tokoh
yang sukses karena peran seorang ibu yang cerdas di belakangnya.
Mungkin nama para ibu ini tidak pernah tercatat dalam sejarah. Namun
anak-anak mereka tercatat dengan tinta emas. Dan itu cukup menjadi
bukti eksistensi ibu.
Dalam hal ini, pemerintah memiliki tugas
penting, yaitu menjamin agar ibu bisa menjalankan peran keibuannya
dengan sempurna. Bukan malah mendorong ibu untuk bekerja ke luar negeri
dengan memberikan julukan pahlawan devisa. Itu sama artinya negara ini
tengah menjual masa depannya.
Tugas negara pula untuk menjamin
pendidikan para ibu. Pendidikan dengan kurikulum yang tepat. Agar para
ibu tidak hanya menjadikan materi sebagai orientasi hidupnya. Namun
sesungguhnya, ibu punya tanggung jawab besar di pundaknya untuk masa
depan bangsa. Maka, memang tidak salah kalau dikatakan perempuan adalah
tiang negara. Bila tiang itu roboh, maka tunggulah waktu keruntuhan
negara tersebut.
Bila harus menuliskan bagaimana kasih sayang ibu
tercurah, mungkin perlu berjuta-juta kalimat. Itu sebabnya seluruh
negara di dunia memiliki tanggal masing-masing untuk memperingati Hari
Ibu. Namun, tidak perlu menunggu Hari Ibu untuk menyatakan rasa sayang
pada ibu kita. Tidak perlu menunggu Hari Ibu tiba untuk memberi beliau
hadiah. Tidak perlu menunggu Hari Ibu untuk merayakan Hari Ibu, karena
setiap hari kita sudah merayakannya dengan mendoakannya (yang merupakan
sebuah kado indah untuk ibu kita). Dan, tidak perlu menunggu hari Ibu
tiba, untuk sekadar mengucapkan ‘I Love u, Mom…’.